Riuhnya dunia otomotif global yang didominasi merek-merek besar dari Jepang, Jerman, Amerika, dan kini Tiongkok (Cina), sebuah mimpi besar lahir dari tanah Indonesia. Mimpi itu bukan sekadar membangun kendaraan, melainkan menyalakan semangat bahwa anak bangsa mampu menciptakan teknologi tinggi dengan tangan sendiri.
SELO, sebuah nama yang barangkali tak asing bagi mereka yang mengikuti geliat mobil listrik nasional, adalah simbol nyata dari mimpi itu. Ia lahir bukan dari pabrik besar atau laboratorium berteknologi tinggi, melainkan dari tekad, keberanian, dan keyakinan bahwa Indonesia mampu berdiri di atas kakinya sendiri dalam teknologi.
Lahirnya SELO dari Bengkel Inovasi Tanpa Batas
SELO tidak muncul dari ruang pamer mewah. Ia dibangun dari nol, dikerjakan oleh tim kecil yang dipimpin oleh Ricky Elson, seorang engineer muda yang baru pulang dari Jepang. Ricky membawa pulang lebih dari sekadar pengalaman industri otomotif kelas dunia. Ia kembali dengan idealisme besar tentang kemandirian teknologi dan keberlanjutan energi. Di sebuah bengkel sederhana, yang jauh dari fasilitas modern, mereka memulai perakitan SELO bagian demi bagian.
Dari merancang bodi aerodinamis hingga menyusun sistem penggerak berbasis PMSM (Permanent Magnet Synchronous Motor), setiap bagian dari SELO merupakan hasil keringat dan kerja keras tim anak bangsa. Bahkan sistem kelistrikan dan kendali, yang biasanya didominasi produk asing, dikembangkan sendiri. Di masa ketika mobil listrik masih dianggap sebagai impian yang terlalu tinggi, mereka justru menjadikan mimpi itu nyata dengan kerja keras.
SELO Sebagai Gerakan Teknologi Mandiri
Lebih dari sekadar kendaraan, SELO adalah simbol perlawanan terhadap ketergantungan teknologi luar negeri. Ia bukan hanya sebuah proyek, tapi sebuah gerakan. Gerakan untuk menumbuhkan rasa percaya diri bahwa bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain dalam hal teknologi tinggi. Ia mengajarkan bahwa teknologi tidak hanya bisa dibeli, tapi bisa diciptakan, dikembangkan, dan disempurnakan oleh anak bangsa.
Melalui SELO, lahirlah harapan baru di kalangan generasi muda, bahwa mereka tidak harus bergantung pada sistem pendidikan yang hanya mempersiapkan mereka menjadi pekerja, tapi bisa menjadi pencipta, pemikir, dan pelopor. Kemandirian bukan sekadar wacana, tapi cita-cita yang bisa diwujudkan dengan kerja keras dan keberanian.
Ricky Elson dan Filosofi Teknologi Berakar pada Tanah Sendiri
Di balik kemunculan SELO, berdiri sosok Ricky Elson, seorang engineer visioner yang rela meninggalkan kenyamanan hidup di Jepang demi berkontribusi nyata bagi tanah kelahirannya. Ia membawa filosofi bahwa teknologi bukan hanya untuk dimiliki, tetapi juga untuk dimaknai dan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai lokal dan kebutuhan masyarakat.
Ricky mendirikan workshop dan laboratorium di Garut, Jawa Barat, yang menjadi pusat inovasi sekaligus ruang pembelajaran. Di sana tidak hanya dikembangkan mobil listrik, tetapi juga berbagai inovasi lain seperti sepeda motor listrik, turbin angin, hingga sistem energi terbarukan. Tempat itu menjadi kawah candradimuka bagi anak muda yang ingin belajar langsung dari praktik teknologi.
Menurut Ricky, teknologi yang hebat bukanlah yang paling canggih, tetapi yang paling berdampak. Teknologi harus berpihak pada rakyat, menyelesaikan masalah nyata, dan menjawab tantangan zaman. Inilah nilai yang tertanam kuat dalam setiap proyek yang ia kerjakan.
Tantangan Proyek SELO antara Mimpi dan Birokrasi
Meski SELO menuai pujian dan menjadi ikon teknologi nasional, jalan yang ditempuh tidaklah mudah. Ia sempat diperkenalkan di KTT APEC dan menarik perhatian internasional. Namun di dalam negeri, tantangan birokrasi menjadi tembok yang sulit ditembus. Regulasi yang tidak siap, perizinan yang berbelit, serta dukungan kebijakan yang minim menjadi hambatan nyata.
Hal ini menjadi cermin bahwa membangun kemandirian teknologi bukan hanya soal inovasi, tapi juga soal sistem. Sistem yang belum siap untuk memberi ruang bagi inovasi anak bangsa justru menjadi penghalang terbesar. Ketika teknologi telah hadir, namun ekosistem tidak mendukung, maka perjuangan menjadi berlapis dan penuh ujian.
Namun di sisi lain, tantangan ini justru memperkuat pesan bahwa inovasi sejati tidak bisa lahir tanpa perjuangan. Dan bahwa perubahan tidak hanya bisa diminta, tapi harus diperjuangkan.
Warisan SELO untuk Generasi Teknolog Indonesia
Meski tidak diproduksi massal, SELO telah menanamkan benih besar dalam jiwa generasi muda. Ia telah membuktikan bahwa membuat mobil listrik bukanlah mimpi yang mustahil. Bahkan kini banyak sekolah vokasi dan kampus mulai merancang proyek mobil listriknya sendiri. Komunitas-komunitas teknologi bermunculan, membawa semangat yang dulu pernah dinyalakan SELO.
Lebih dari sekadar kendaraan, SELO adalah warisan mentalitas. Warisan bahwa bangsa Indonesia tidak perlu rendah diri di hadapan teknologi asing. Bahwa dengan kerja keras, keberanian, dan semangat kolaboratif, kita bisa menciptakan sesuatu yang besar dari tanah sendiri.
Saatnya Menyambung Api yang Pernah Menyala
SELO pernah menyala, menjadi simbol harapan dan keberanian. Kini saat dunia bergerak menuju energi hijau dan kendaraan listrik menjadi keniscayaan, saatnya kita menyambung kembali api yang pernah menyala itu. Kita tidak boleh puas menjadi pasar, kita harus menjadi pencipta.
Pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat harus bahu-membahu menciptakan ekosistem yang ramah bagi inovasi. Memberi ruang pada para penemu, mendukung riset dan pengembangan, serta memprioritaskan produk teknologi dalam negeri.
Karena sesungguhnya, SELO bukan hanya mobil. Ia adalah pesan. Pesan bahwa mimpi anak bangsa bisa menjadi nyata. Bahwa kemandirian bukan angan-angan. Dan bahwa Indonesia mampu, jika mau.
Mari kita jadikan kisah SELO sebagai pemantik semangat baru. Semangat untuk membangun, mencipta, dan mewariskan teknologi yang berakar pada tanah kita sendiri. Bukan untuk sekadar bangga, tapi untuk benar-benar berdikari di era teknologi masa depan.
Dan ketika anak-anak kita kelak menatap langit, mereka bisa berkata dengan yakin: di bumi ini, kami pernah bermimpi dan mewujudkannya menjadi nyata.
0 Komentar
Artikel Terkait
