Pengetahuan

Cordova vs Capacitor: Membangun Aplikasi Mobile dengan Web Tech

Bingung pilih Cordova atau Capacitor untuk aplikasi mobile Anda? Keduanya pakai web tech, tapi punya cara kerja beda! Pahami plus minusnya buat tentukan mana yang pas untuk proyek Anda.

rezki kurniawan29 Juli 2025

Membangun aplikasi mobile menggunakan teknologi web (HTML, CSS, JavaScript) adalah pendekatan yang sangat menarik bagi banyak developer. Ini memungkinkan penggunaan skill yang sudah ada, mempercepat pengembangan, dan seringkali menghemat biaya karena satu codebase bisa digunakan untuk berbagai platform. Dua framework terkemuka yang memfasilitasi hal ini adalah Apache Cordova dan Capacitor (dari tim Ionic). Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama, ada perbedaan fundamental dalam filosofi dan implementasinya yang perlu Anda pahami.

Apa Itu Pendekatan "Web-to-Native"?

Pendekatan ini melibatkan pembungkus (wrapper) aplikasi web Anda di dalam sebuah native WebView. WebView adalah komponen browser yang disematkan di dalam aplikasi native. Jadi, secara esensial, aplikasi mobile Anda adalah sebuah browser mini yang menampilkan website Anda. Untuk mengakses fitur native perangkat seperti kamera, GPS, atau notifikasi push, framework ini menyediakan plugin atau jembatan (bridge) yang memungkinkan kode JavaScript berkomunikasi dengan API native perangkat.

Apache Cordova

Apache Cordova adalah framework open-source yang sudah ada cukup lama dan menjadi pelopor dalam pengembangan aplikasi mobile hibrida. Ia menyediakan set API berbasis JavaScript yang memungkinkan akses ke kemampuan native perangkat seperti kamera, kontak, GPS, dan lainnya. Cordova membungkus aplikasi web Anda dalam native WebView dan menyediakan plugin untuk fungsionalitas tambahan.

Cara Kerja Cordova

Saat Anda membangun aplikasi Cordova, kode HTML, CSS, dan JavaScript Anda ditempatkan di dalam sebuah WebView yang disediakan oleh native shell (aplikasi Android atau iOS native). Untuk berinteraksi dengan fitur hardware perangkat, Cordova mengandalkan sistem plugin. Plugin adalah kode native (Java/Kotlin untuk Android, Objective-C/Swift untuk iOS) yang ditulis untuk mengekspos fungsionalitas tertentu ke JavaScript melalui bridge khusus Cordova. Jadi, ketika kode JavaScript Anda memanggil navigator.camera.getPicture(), request tersebut diteruskan melalui bridge ke plugin kamera native yang kemudian mengeksekusi fungsionalitas kamera perangkat.

Kelebihan Cordova

Cordova memiliki ekosistem plugin yang sangat besar dan matang. Karena sudah lama ada, ada ribuan plugin yang tersedia untuk hampir setiap fungsionalitas native yang dapat Anda bayangkan, seringkali dikelola oleh komunitas yang besar. Ini juga sangat fleksibel dan dapat diintegrasikan dengan framework atau library frontend apa pun (React, Vue, Angular, jQuery, Vanilla JS). Ini juga merupakan solusi yang teruji waktu; banyak aplikasi hybrid besar telah dibangun dan beroperasi menggunakan Cordova.

Kekurangan Cordova

Salah satu kritik utama terhadap Cordova adalah ketergantungan yang berat pada plugin. Setiap kali Anda membutuhkan fungsionalitas native yang spesifik, Anda kemungkinan besar perlu mencari plugin yang tepat. Plugin ini mungkin tidak selalu terbarui, terpelihara dengan baik, atau kompatibel dengan versi terbaru dari SDK platform native, yang bisa menyebabkan masalah dan bug. Proses debugging juga bisa menjadi lebih kompleks karena melibatkan interaksi antara WebView, bridge, dan kode native plugin. Selain itu, karena sifat legacy-nya, terkadang pengaturan proyek native yang dihasilkan oleh Cordova terasa kurang modern dan membutuhkan konfigurasi manual yang lebih banyak.

Capacitor

Capacitor adalah runtime open-source yang dikembangkan oleh tim di balik framework UI Ionic. Ini dirancang sebagai pengganti modern untuk Cordova, dengan pendekatan yang lebih berorientasi pada developer native dan integrasi yang lebih mulus dengan ekosistem native.

Cara Kerja Capacitor

Capacitor juga menjalankan aplikasi web Anda di dalam native WebView. Namun, perbedaannya terletak pada bagaimana ia berinteraksi dengan native platform. Capacitor menganggap proyek native (proyek Xcode untuk iOS, proyek Android Studio untuk Android) sebagai artefak yang bisa dikomit ke version control dan diakses langsung oleh developer. Ketika Anda menjalankan perintah Capacitor (misalnya, untuk menambahkan platform), ia akan menghasilkan atau memperbarui native project tersebut.

Untuk mengakses fitur native, Capacitor menggunakan sistem Plugins API-nya sendiri yang lebih modern. Plugin Capacitor adalah paket JavaScript yang mengekspos fungsionalitas native secara langsung melalui API web. Berbeda dengan Cordova, developer didorong untuk membuka dan memodifikasi proyek native secara langsung di Xcode atau Android Studio untuk konfigurasi, debugging, atau bahkan menulis kode native kustom jika diperlukan. Ini berarti Capacitor bertindak lebih sebagai interface native daripada sekadar wrapper.

Kelebihan Capacitor

Capacitor menawarkan integrasi yang lebih erat dengan ekosistem native. Developer dapat mengakses dan mengelola proyek iOS dan Android langsung di IDE native masing-masing, yang membuat debugging dan penyesuaian native jauh lebih mudah. Ini juga menyediakan API native standar yang dapat diakses melalui JavaScript, banyak di antaranya merupakan built-in atau resmi didukung oleh tim Capacitor, mengurangi ketergantungan pada plugin pihak ketiga yang mungkin tidak terpelihara.

Capacitor lebih modern dan future-proof, dibangun dengan mempertimbangkan praktik terbaik pengembangan native dan terus diperbarui untuk mengikuti perkembangan platform iOS dan Android. Yang terpenting, Capacitor memiliki kemampuan untuk menulis kode native kustom dengan mudah; jika ada fitur yang tidak tersedia melalui plugin, Anda bisa langsung menambahkan kode native ke proyek Anda.

Kekurangan Capacitor

Meskipun modern, ekosistem plugin Capacitor masih belum sebesar Cordova (meskipun terus berkembang pesat dan Ionic menyediakan banyak plugin esensial). Bagi developer yang sepenuhnya fokus pada web, gagasan untuk harus membuka atau mengedit proyek native di Xcode atau Android Studio mungkin terasa sebagai kurva pembelajaran tambahan. Dalam beberapa kasus, ada kemungkinan konflik dependensi jika Anda mencoba menggunakan plugin Cordova lama di proyek Capacitor (meskipun Capacitor memiliki kompatibilitas mundur dengan banyak plugin Cordova, ini tidak selalu mulus).

Mana yang Harus Dipilih?

Pilihan antara Cordova dan Capacitor sangat tergantung pada kebutuhan proyek Anda dan preferensi tim developer:

  • Pilih Apache Cordova Jika: Anda mengerjakan proyek lama yang sudah menggunakan Cordova dan tidak punya waktu atau dana untuk migrasi. Atau, tim Anda benar-benar ingin menghindari interaksi dengan kode atau IDE native sama sekali. Pilihan lain adalah jika Anda mengandalkan plugin spesifik yang hanya tersedia di ekosistem Cordova yang lebih luas.

  • Pilih Capacitor Jika: Anda memulai proyek baru. Anda menginginkan kontrol lebih besar atas proyek native Anda dan kemampuan untuk melakukan debugging di lingkungan native jika diperlukan. Capacitor juga menjadi pilihan tepat jika Anda mengutamakan pendekatan yang lebih modern, future-proof, dan selaras dengan praktik terbaik pengembangan native. Selain itu, jika Anda menggunakan framework Ionic, Capacitor adalah bagian integral dari ekosistemnya. Terakhir, jika tim Anda memiliki sedikit pemahaman atau kesediaan untuk belajar tentang lingkungan pengembangan native, Capacitor akan lebih menguntungkan.

Secara umum, Capacitor adalah pilihan yang lebih disarankan untuk proyek baru karena pendekatannya yang modern, fleksibilitasnya dalam berinteraksi dengan ekosistem native, dan fokus pada kemudahan debugging. Namun, Cordova tetap menjadi pilihan yang valid untuk mempertahankan proyek lama atau dalam skenario di mana ekosistem plugin-nya yang luas menjadi daya tarik utama.

Share:

0 Komentar