Industri

Cina Terkena Krisis Energi, Kok Bisa?

China, sang negara Adidaya, tergoncang oleh masalah krisis energi. Seperti apakah latar belakang di balik tergoncangnya negara berpenduduk 1,4 Miliar orang ini?

China atau yang dalam bahasa Indonesia kita sebut sebagai Tiongkok sedang mengalami masalah luar biasa, krisis energi.

Pemadaman bergilir terjadi di banyak tempat di negara tirai bambu ini. Mulai dari Industri hingga ke sektor domestik pun menjadi terkena dampak dari Krisis Energi yang belum pernah dialami sebelumnya. 

Semua masalah ini bermula pada upaya pemulihan ekonomi China akibat pandemi Covid-19 yang melumpuhkan berbagai sektor.

Seperti yang kita ketahui, China merupakan rumah dari segala jenis industri, dan yang paling agresif saat ini adalah Industri Baja dan Metalurgi China.

Masalah datang ketika Industri Baja yang membutuhkan batu bara kokas (olahan batu bara berkalori tinggi) berbenturan dengan naiknya permintaan listrik yang juga membutuhkan batu bara kokas untuk menjalankan pembangkit listrik.

Oleh sebab itu, China pun mulai melakukan impor batu bara dari negara di sekitarnya. Sayangnya, akibat permasalahan kapal selam baru-baru ini dengan Australia, China secara tidak langsung mulai memutuskan perdagangan batu bara dengan Australia yang dahulu merupakan importir kedua terbesar setelah Indonesia.

Hasilnya, Indonesia pun menjadi importir utama bagi China dalam hal batu bara. Di samping Indonesia, China juga melakukan impor dari Rusia dan juga Amerika Serikat dalam waktu-waktu belakangan ini. 

Lalu apakah ini merupakan hal baik bagi Indonesia? Bisa dibilang begitu. Namun, akibat agresivitas China dalam melakukan impor batu bara dan juga gas alam belakangan ini (sebagai upaya untuk mengatasi kelangkaan batu bara), negara-negara di Eropa serta bagian utara mulai mengaktifkan industri Pembangkit Listrik tenaga Batu Bara mereka kembali.

Mengingat musim dingin akan datang sebentar lagi dan membuat banyak sumber yang renewable tidak bisa digunakan. Hal ini tentunya membuat krisis energi yang tadinya dialami China menjadi menyebar ke mana-mana.

Selain itu, industri seperti pabrik Iphone di China pun harus berhenti produksi di siang hari, dan harus merelokasi waktu produksinya ke malam hari ketika beban tidak terlalu besar. Hal ini diprediksi bisa melambatkan pertumbuhan ekonomi dunia yang baru saja membaik. 

Selain daripada sisi ekonomi, dijalankannya kembali generator bertenaga batu bara akan menambah polutan di udara. Dunia yang sedang berusaha untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1 derajat bisa-bisa menghadapi kegagalan. Kalau sudah begini, maka dampaknya sudah pasti akan kita rasakan bersama-sama. 

Maka, jangan kaget deh kalau dek Greta Thunberg bakalan marah-marah lagi di depan para pemimpin dunia. Namun, kita juga seharusnya bisa melihat kalau sekarang adalah saat yang tepat untuk negara-negara di daerah tropis mengembangkan industri energi baru terbarukan. 

Share:

0 Komentar